Ayah, Aku Bukan Pecandu Narkoba



Ditemani sebatang Djie Sam Soe milik ayah yang diambil diam-diam.

Ayah, aku bukanlah pecandu narkoba, meskipun aku adalah pengecut besar yang dua tahun lagi akan berusia seperempat abad. Tapi aku adalah perokok, meski sesekali, dan itu pun tak lebih dari sebatang. Dan hanya kulakukan saat aku sedang penat. Maaf aku mengambil tiga batang rokokmu yang tergeletak di atas meja. Saat kau jatuh tertidur malam ini.
Ayah, sekian lama aku hidup jauh darimu, kau pasti tidak tahu kalau akau menderita insomnia berat, dan hanya akan mulai jatuh tertidur saat matahari mencumbu langit pagi dan para ayam dan burung terbangun dari tidur mereka. Ayah, maafkan aku.
Ayah, aku bukanlah penjudi, bukanlah pemabuk dan bukanlah pecandu dan pengedar narkoba, kendatipun hidupku sudah hancur berantakan. Dan aku tidak tahu apakah hidupku ini bisa diperbaiki atau tidak. Aku tak mau melarikan diri dari kenyataan ayah. Dan aku hanya butuh sedikit ruang dalam otak. Agar setidaknya aku bisa sedikit merasa rileks dan memiliki sedikit inspirasi setidaknya untuk menulis atau berkhayal tentang rencana-rencana pembunuhan sadis seperti yang ada di komik detektif. Meskipun itu semua tidak mungkin aku lakukan di dunia nyata. Ayah, aku ingin hidup normal seperti orang-orang lain. Tapi entah kenapa aku tidak bisa. Ada hal yang mengikat diriku sendiri. Dan kalau aku lepas dari itu semua. Berarti aku kehilangan jati diriku.
Aku teramat mencintai music. Tapi aku tidak bisa memainkan instrument apapun. Ayah, aku benci menjadi pendidik. Aku ingin menjadi orang merdeka. Ayah, aku suka mengajar, bukan mendidik. Masa bodoh dengan etika mereka. Toh, etika ku juga tidak baik-baik amat. Aku benci ayah, jika hidup harus ajeg dan begitu-begitu saja. Seperti orang-orang lain. Tapi aku sadar, semuanya memang harus seperti itu. Semuanya harus mengikuti aturan yang ada. Fuck!
Ayah, masalahku berat sekali. Tapi aku tidak bisa bercerita padamu dan tak mau membebanimu. Aku tak tahan dengan semuanya.tapi semua harus kujalani. Ayah, rasanya aku mau mati. Tapi aku takut, bukan takut. Tapi aku tidak mau membebanimu juga karena kematianku. Semua buntu rasanya. Beberapa hari yang lalu aku bermimpi mengerikan sekali. Seorang wanita mendatangiku dan menyuruhku melihat dalam-dalam ke matanya yang berubah biru dan wajahya yang berlumuran darah. Tapi dalam mimpiku aku masih ingat Yesus. Ayah, awalnya aku memeluk agama ini karena aku menuruni keyakinanmu. Tapi sekarang makin aku beranjak besar, aku tahu kalau aku sangat menyayangi Tuhanku dengan perasaan hangat dalam dadaku yang kurasakan sendiri dan dialah yang sampai saat ini menjadi alasanku untuk tidak bunuh diri.  Ayah, percayalah kalau aku bukan pecandu narkoba. Dan kalau satu saat aku mati mendahuluimu. Ketahuilah kalau aku tidak pernah memgkonsumsi barang itu sebagai pelarianku akan masalahku.
Aku ingin menjadi penulis, meskipun aku malas menulis atau kadang inspirasi tulisanku macet ditengah jalan. Mungkin aku hanya bisa menulis tentang keputusasaan yang panjangnya  kurang dari dua ribu kata. Tapi aku ingin tulisanku punya jiwa. Bukan menulis sesuatu yang kosong yang bahkan aku sendiri tidak mengerti. Atau tentang cinta yang temanya menjamur dan sudah banyak ditulis orang-orang.
Ayah, kau selama ini tidak mengenalku.
Tapi aku tak pernah mau menyalahanmu. Karena kau selalu memberikan semua yang terbaik untukku. aku tahu kau sering salah paham tentang aku. Tapi masa bodoh, aku tak peduli dengan itu semua. Aku bukanlah abg lagi yang akan bertanya-tanya mengapa begini, mengapa begitu dan hanya ingin dimengerti saja. Semuanya basi, sampah.
Ayah, terimakasih untuk semua yang telah kau berikan. Aku tak bisa berkata apapun selain terimakasih dan maaf karena telah mengecewakan ayah.
Aku sakit tenggorokan sekarang akibat merokok sebatang Sam Soe yang kuambil diam-diam darimu. Memang aku tidak kuat merokok. Tapi memang sekarang aku butuh ruang kecil di otakku untuk ayah, bilazmenyelesaikan tulisan yang kurang dari dua ribu lembar ini.
Ayah, bila matahari terbit nanti. Aku ingin menanam banyak ubi. Di kebun, di halaman belakang. Agaknya aku terpengaruh cerita zaman perang tentang kelaparan makanya aku mau menanam banyak ubi untuk cadangan makanan, meskipun ini hanya imajinasi. Tapi kita tak pernah tau kapan akan terjadi paceklik. Tapi, mudah-mudahan saja tidak terjadi.
Dan, aku punya sebuah cita-cita ayah, yang kusimpan sendiri dalam hati karena aku belum bisa menyediakan uang dua puluh juta. Ayah, aku ingin jadi volunteer di afrika. Membantu orang-orang kelaparan meski aku bukan orang kaya. Tapi betapa beruntungnya aku tinggal di negeri yang kaya. Aku ingin jadi volunteer, meski butuh biaya besar untuk itu semua. Saya tahu kita bukan orang kaya. Tapi saya merasa ada hati saya yang tertiggal di Benua Hitam yang belum pernah saya jajaki itu.
Hanya imajinasi saya yang pernah berpetualang di sudut-sudut kecilnya. Ayah, saya ingin kesana. Saya ingin ke afrika. Meski hanya beberapa bulan dan belum tentu saya bisa pulang dengan selamat dari sana, tapi saya berdoa suatu saat saya bisa kesana (bila Tuhan berkehendak) dan pulang dengan selamat. Dan saya akan praktikkan semua ilmu bertani yang saya dapat selama ini darimu ayah.
Ayah, saya adalah seorang pecundang besar, tapi saya sangat bangga memiliki ayah sepertimu.

Rumah (Ciketing Udik) , 03 Juni 2013


Semua ini hanya sebuah fiksi berjiwa






Komentar

soekamti8 mengatakan…
Assalamu alaikum....maaf,,di repos tanpa pemberitahuan sebelumnya...mohon naaf sebelumnya
soekamti8 mengatakan…
Assalamu alaikum....maaf,,di repos tanpa pemberitahuan sebelumnya...mohon naaf sebelumnya

Postingan populer dari blog ini

Clariderm, Buat Yang Mau Putih Mending Ga Usah Nyoba

Review Home Snow Vanishing Cream

Review Vitacid 0.025 ( Retinoic Acid)